Momen hari raya Idul Fitri mungkin adalah moment yang sangat ditunggu – tunggu kedatangannya oleh warga Indonesia dan Malaysia yang mayoritas beragama Islam. Selain dianggap sebagai hari kemenangan setelah sebulan berpuasa, moment tersebut juga ternyata bisa secikit “mendinginkan” tensi tinggi antar ke dua negara serumpun ini. Hampir sebulan kebelakang, dua negara ini terlibat”perang” kata-kata, demo dan lain sebagainya yang intinya saling menjelekkan atau melecehkan. Untungnya tensi tinggi tersebut belum sempat menyebabkan perang fisik sesungguhnya.
Sesama saudara sekandung saja, sering terlibat konflik, apalagi hanya dengan saudara serumpun.Dua negara yang saling berdeketan ini, memang sudah sering terjadi “gesekan – gesekan kecil”. Baik dari masalah, tenaga kerja wanita, perbatasan wliyah laut/darat, sampai kepada perebutan pulau serta kebudayaan. Awalnya mungkin semuanya hanya kesalah pahaman, namun semakin lama ke dua belah pihak justru mulai secara terbuka untuk menunjukkan ketidak senangan diantara mereka di dalam ranah publik.Publikpun merespon dengan cepat dan mulai menunjukkan kekesalan mereka, bahkan penduduk ke dua negara ini, mungkin sudah sangat siap, apabila perang fisik benar-benar terjadi.Lalu sebagai orang beriman, bagaimana kita menanggapi suasana seperti itu?
Dalam sisi tertentu, mungkin kita menaggangap negara Malaysialah “biang kerok” yang memancing terjadinya konflik berkepanjangan ini. Dari bukti-bukti yang ada memang terlihat Indonesia sedikit menjadi korban dari ke sewenang-wenangan negara tetangga kita tersebut. Akan tetapi, kita harus menyikapi hal ini dengan penuh kedewasaan. Tidak perlu dengan cepat untuk memutuskan untuk ikut berperang demi kedaulatan negara tercinta. Semua permasalahan bisa diselesaikan didalam meja perundingan.Jika tidak menemui hasil nyata, negara ke dua negara juga bisa meminta bantuan mediasi dari negara atau pihak ke-3, dan apabila perlu kita meminta bantuan PBB. Setiap negara mempunyai kekurangan, dan bisa jadi kekurangan tersebutlah yang menyebabkan keinginan mereka sedikit “menggangu” negara tetangga.Intinya kita sebagai orang beriman harus loyal terhadap negara sendiri, namun bukan berarti cinta “buta” dengan menutup mata terhadap kekurangan – kekurangan negara lain. Mulai saat ini kita harus lebih banyak menyediakan porsi untuk mendoakan negara ini, agar tidak mudah diganggu oleh pihak lain, dan yang terpenting kita juga mendoakan agar negara ini bisa merespon serta menerapkan cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan secepatnya konflik antar negara yang timbul.
Diam memang bukan cara yang terbaik untuk menghadapi “pelecehan” dari pihak lain, namun perang juga bukanlah hal yang harus diterapkan sebelum melakukan cara-cara lain untuk berdamai.
No comments:
Post a Comment